Dewan Adizul Syahabuddin Mengecam Pelaku Ilegal Logging di Hutan Batu Lanteh

oleh -607 Dilihat
oleh

Sumbawa Besar, Nuansantb.id- Aktifitas Ilegal logging atau penebangan kayu secara masif dan ilegal terus terjadi di wilayah hutan Batu Lanteh.

Kayu-kayu besar yang dahulu menjulang tinggi sebagai penopang air baku kini hampir habis dibabat oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Atas kondisi ini, Anggota DPRD kabupaten sumbawa, Adizul Syahabuddin, SP., M.Si,. mengecam keras tindakan pembalakan liar yang dilakukan di wilayah hutan Batu Lanteh.

iklan

“Hutan Batu Lanteh ini merupakan penopang sumber air baku yang digunakan oleh PDAM sumbawa untuk kebutuhan masyarakat di wilayah kota hingga beberapa desa di wilayah sumbawa. Jika hutan ini habis maka tidak menutup kemungkinan ketersediaan air juga akan hilang dengan sendirinya,” ungkap Anggota DPRD yang mewakili Dapil 4 Sumbawa ini, Jum’at (14/03/2025).

Menurut Adizul sapaan akrab Aleg tiga periode ini, Dinas Kehutanan Provinsi NTB harus mengambil langkah tegas untuk menindak pelaku ilegal logging atau penebangan liar di wilayah hutan Sumbawa khususnya Batu Lanteh.

“Harusnya Polisi Kehutanan (Polhut) lebih aktif melihat aktivitas ilegal logging ini. Kalau mereka tidak sanggup karena alasan kekurangan personil dan lainnya maka seharusnya dapat mengambil langkah-langkah lain, seperti dengan melibatkan TNI-Polri, Pol PP, KPH, Pemerintah Kecamatan hingga Pemerintah Desa dan secara bersama-sama untuk memerangi ilegal logging ini,” tegas Adizul.

Tidak hanya itu lanjut Anggota Komisi I DPRD Sumbawa ini, Pemerintah Daerah juga harus hadir dan meminta kepada aparat penegak hukum untuk dapat secara nyata menindak tegas para pelaku Ilegal logging yang mengancap kelestarian lingkungan.

“Pengawasan dan tindakan hukum harus dilakukan secara berkelanjutan dan tidak hanya sekedar wacana. Kami DPRD mendorong pemerintah daerah dengan menggandeng TNI-Polri untuk serius menindak pelaku ilegal logging dan tidak boleh lagi ada toleransi sebab jika ini dibiarkan terus menerus, dampak yang lebih besar dan parah di masa mendatang akan kita rasakan,” ungkap Adizul.

Adizul juga menjelaskan bahwa, dirinya mendapatkan laporan dan keluhan ini langsung dari masyarakat wilayah Batu Lanteh serta menerima kiriman vidio kondisi di dalam hutan yang sudah cukup parah. Pohon-pohon besar sudah hampir habis dibabat oleh para pelaku.

“Laporan dari warga, oknum ilegal logging ini tidak hanya menggunakan Chainsaw saja, mereka bahkan menggunakan alat berat excavator dan truk yang standby untuk mengangkut kayu yang telah dijadikan potongan balok. Ini kemungkinan juga ada yang memback-up dan petugas harus berani mengungkap siapapun yang bermain dengan melanggar hukum ini,” jelas Adizul.

Selain itu, Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Sumbawa ini, juga meminta pemerintah daerah agar dapat secara berjenjang menyusun langkah strategis yang dapat dijadikan acuan sebagai gerakan untuk melawan pembalakan liar secara masif ini. (Nuansa)

Responses (4)

  1. Solusinya, kembalikan kewenangan penanganan n pengamanan kehutanan di berikan kembali ke Kabupaten seperti dulu, perbanyak personil Polhut , agar bisa efektif dlm pengawasan

  2. Solusinya, kembalikan kewenangan penanganan n pengamanan kehutanan di berikan kembali ke Kabupaten seperti dulu, perbanyak personil Polhut , agar bisa efektif dlm pengawasan
    Tugaskan semua personil yg punya keberanian n komitment dlm penyelamatan hutan, mulai dr tingkat pimpinan sampai staf (saran Bupati/wali kota).

  3. Syukur Alhamdulillah, wakil rakyat sudah mulai peduli dengan masalah kehutanan di Kab Sumbawa. Akar masalahnya mulai dari regulasi tentang pengelolaan hutan yang telah menjadi kewenangan Pem pusat. Saat ini Dinas Kehutanan kehutanan tidak berfungsi lagi dalam menjaga dan melindungi hutan. Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/kota) saat bersikap apatis jika terjadi kerusakan hutan di daerah karena bukan lagi urusan daerah. Kedua fungsi, tugas dan kewenangan institusi sangat lemah, termasuk aparatur dan aparat penegak hukum, mereka jarang turun memberikan pembinaan kepada pemegang izin tentang pengelolaan hutan secara lestari, juga tidak melakukan sosialisasi kepada masyarakat betapa pentingnya hutan bagi kehidupan manusia, apa lagi melakukan kontrol ke kawasan hutan, hal ini tidak dilakukan sama sekali. Sekarang hutan lindung dan hutan produksi sudah berubah fungsi jadi hutan jagung. Demikian pula penegakan hukum lingkungan sangat lemah, baik pengenaan sanksi administratif dan sanksi perdata berupa ganti rugi tidak pernah terlaksana sama sekali. Adapun pula sanksi pidana juga hukumannya sangat ringan paling paling antara 3 bulan sampai 1 tahun, padahal dalam UU Kehutanan dan UUPLH sanksinya sangat berat bagi pelaku kerusakan hutan. Ketiga, kesadaran hukum masyarakat juga sangat rendah, masyarakat umumnya masih beranggapan bahwa setiap kawasan hutan boleh ditebang kayunya atau dibuka untuk kawasan pertanian.
    Permasalahannya sekarang sudah terjadinya kerusakan hutan yang sangat memprihatinkan, seperti ilegal logging, perubahan fungsi hutan menjadi kawasan non hutan baik di kawasan kemiringan untuk tanaman jagung, dan kawasan pantai termasuk hutan mangrove untuk pertambakan. Yang lebih sial lagi ternyata ada beberapa kawasan yang di yang dulunya dikuasai masyarakat dengan hak pakai, bukan digunakan semata-mata untuk pertanian dalam upaya menunjang kehidupan masyarakat melainkan sudah beralih ke tangan orang luar Sumbawa, bahkan tidak sedikit tanah tersebut sudah menjadi hak milik. Ini kelalaian dari BPN Kabupaten yang terlalu gampang mensertifikasi lahan tanpa analisis yang cermat ke lapangan, apa kawasan tersebut termasuk kawasan hutan atau tidak, BPN terlalu percaya surat sporadik dari desa tanpa analisis mendalam. salah satu contoh di kawasan Samota. Ketika Pemda membutuhkan lahan untuk infrastruktur termasuk pembangunan jala raya, pemilik lahan minta ganti rugi yang tinggi atau Pemda membeli dari pemilik tanah dengan harga tinggi. Padahal sebelumnya tanah tersebut adalah tanah negara dan hutan lindung milik Pemda. Akhirnya yang rugi juga Pemda sendiri, belum lagi dampak dari kerusakan hutan, terjadinya banjir setiap musim hujan, terjadinya erosi, abrasi pantai, cuaca panas dan semakin kurangnya sumber air di musim kemarau. Hal ini berdampak pula terhadap marga satwa Sumbawa yang semakin punah seperti rusa Sumbawa, burung kakatua, dan sebagainya.
    Solusi yang bisa kita lakukan untuk mengatasi permasalahan lingkungan Sumbawa. Pertama, pendataan ulang kawasa hutan yang dikuasai masyarakat secara ilegal, diambil oleh Pemda, pengambil alihan semua kawasan hutan yang menyalahi izin lingkungan, rehabilitasi lahan kritis, dan penghijauan hutan kembali dengan melibatkan semua institusi dan masyarakat,
    Semoga ini menjadi bahan pemikiran bagi DPRD Sumbawa dalam memberikan masukan kepada Pemda atau sebagai masukan dalam membuat pembuatan peraturan daerah. Semoga sukses dalam melestarikan fungsi hutan Sumbawa baik fungsi ekologis, ekonomis maupun sosial budaya.

  4. Syukur Alhamdulillah, wakil rakyat sudah mulai peduli dengan masalah kehutanan di Kab Sumbawa. Akar masalahnya mulai dari regulasi tentang pengelolaan hutan yang telah menjadi kewenangan Pem pusat. Saat ini Dinas Kehutanan
    tidak berfungsi lagi dalam menjaga dan melindungi hutan. Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/kota) saat bersikap apatis jika terjadi kerusakan hutan di daerah karena bukan lagi urusan daerah. Kedua fungsi, tugas dan kewenangan institusi sangat lemah, termasuk aparatur dan aparat penegak hukum, mereka jarang turun memberikan pembinaan kepada pemegang izin tentang pengelolaan hutan secara lestari, juga tidak melakukan sosialisasi kepada masyarakat betapa pentingnya hutan bagi kehidupan manusia, apa lagi melakukan kontrol ke kawasan hutan, hal ini tidak dilakukan sama sekali. Sekarang hutan lindung dan hutan produksi sudah berubah fungsi jadi hutan jagung, bahkan hutan konservasi di P. Medang sudah di jarah. Demikian pula dengan penegakan hukum lingkungan sangat lemah, baik pengenaan sanksi administratif dan sanksi perdata berupa ganti rugi tidak pernah terlaksana sama sekali, sedangkan sanksi pidana juga hukumannya sangat ringan paling paling antara 3 bulan sampai 1 tahun, padahal dalam UU Kehutanan dan UUPLH sanksinya sangat berat bagi pelaku kerusakan hutan. Ketiga, kesadaran hukum masyarakat juga sangat rendah, masyarakat umumnya masih beranggapan bahwa setiap kawasan hutan boleh ditebang kayunya atau dibuka untuk kawasan pertanian.
    Permasalahannya sekarang sudah terjadinya kerusakan hutan yang sangat memprihatinkan, seperti ilegal logging, perubahan fungsi hutan menjadi kawasan non hutan baik di kawasan kemiringan untuk tanaman jagung, dan kawasan pantai termasuk hutan mangrove untuk pertambakan. Yang lebih sial lagi ternyata ada beberapa kawasan yang di yang dulunya dikuasai masyarakat dengan hak pakai, bukan digunakan semata-mata untuk pertanian dalam upaya menunjang kehidupan masyarakat melainkan sudah beralih ke tangan orang luar Sumbawa, bahkan tidak sedikit tanah tersebut sudah menjadi hak milik. Ini kelalaian dari BPN Kabupaten yang terlalu gampang mensertifikasi lahan tanpa analisis yang cermat ke lapangan, apakah kawasan tersebut termasuk kawasan hutan atau tidak, BPN terlalu percaya surat sporadik dari desa tanpa analisis mendalam. Salah satu contoh di kawasan Samota, ketika Pemda membutuhkan lahan untuk infrastruktur termasuk pembangunan jala raya, pemilik lahan minta ganti rugi yang tinggi atau Pemda harus membeli dari pemilik tanah dengan harga tinggi. Padahal sebelumnya tanah tersebut adalah tanah negara dengan hutan lindung milik Pemda. Akibat penguasaan lahan oleh swasta akhirnya yang rugi juga Pemda sendiri, belum lagi dampak dari kerusakan hutan sangat memprihatinkan, seperti terjadinya banjir besar, terjadinya erosi, abrasi pantai di setiap musim hujan, dan terjadinya cuaca panas serta semakin kurangnya sumber air di musim kemarau. Hal ini berdampak pula terhadap marga satwa Sumbawa yang semakin punah seperti rusa Sumbawa, burung kakatua, dan sebagainya.
    Solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan lingkungan Sumbawa. Pertama, pendataan ulang kawasa hutan yang dikuasai masyarakat secara ilegal, diambil oleh Pemda, pengambil alihan semua kawasan hutan yang menyalahi izin lingkungan, rehabilitasi lahan kritis, dan penghijauan hutan kembali dengan melibatkan semua institusi dan masyarakat.
    Semoga pemikiran ini menjadi bahan pertimbangan bagi DPRD Sumbawa dalam memberikan masukan kepada Pemda atau sebagai masukan dalam membuat pembuatan peraturan daerah. Semoga Pemda Sumbawa sukses dalam melestarikan fungsi hutan Sumbawa baik fungsi ekologis, ekonomis maupun sosial budaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.