Sumbawa Besar, Nuansantb.id- Ketua PWI Kabupaten Sumbawa, Zainuddin, mendorong sejumlah wartawan yang tergabung dalam organisasi PWI untuk memunculkan diri menjadi calon Ketua PWI NTB. Ia mengapresiasi langkah Suhaedi–wartawan senior di Lombok Timur yang secara terang-terangan siap maju dalam bursa Muscab PWI NTB dalam waktu dekat ini.

Jen—sapaan CEO media online samawarea.com, menyebutkan cukup banyak figur yang pantas menduduki jabatan tersebut, namun masih malu-malu untuk menyatakan diri.

Selain Nasruddin Zain yang merupakan Ketua PWI NTB periode 2021—2025, muncul nama Abdurachman Hakim (Sekretaris PWI NTB), Ikliluddin (Bendahara PWI NTB), Jhonny (Ketua SIWO NTB), Purwandi (Sekretaris SIWO NTB), H. Abdussyukur (Ketua SMSI NTB) dan Boy Mashudi (Ketua JMSI NTB).

Ada juga dari kalangan muda yang sudah teruji, yakni Fahrul Mustofa (Ketua Forum Wartawan Pemprov), dan Bulkaino (Ketua Wartawan Ekonomi). Sementara nama-nama dari daerah di antaranya Abu Sufyan Muchtar (Sekretaris PWI Sumbawa), Adi Manaungi (Wakil Ketua PWI Sumbawa), Khairilwansyah (Ketua PWI KSB), Firman (Ketua PWI Kabupaten Bima), Faharuddin (Ketua PWI Kota Bima), dan Muhyiddin (Ketua PWI Dompu).

“Semua nama-nama ini sangat berpotensi untuk memimpin PWI NTB ke arah yang lebih baik. Dan bila perlu setiap periode ada regenerasi,” ucapnya.

Jen juga memberikan catatan kritis terhadap aturan dan mekanisme pencalonan Ketua PWI NTB. Ia mengingatkan agar persyaratan pencalonan tidak diperberat secara administratif maupun geografis.

“Jika syarat menjadi Ketua PWI NTB harus mengantongi sertifikat UKW Utama, itu akan menghambat hak anggota yang sudah memegang Kartu Biru untuk memilih dan dipilih,” tegasnya

Calon Ketua PWI NTB tidak harus mengantongi sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Utama. Sebab akan menyulitkan anggota yang hanya memiliki kartu biru dan sudah UKW, padahal mereka sah secara organisasi untuk memilih dan dipilih. Aturan seperti itu justru membatasi ruang partisipasi anggota PWI yang aktif di daerah.

“UKW memang penting, namun tidak boleh menjadi alat untuk membatasi hak konstitusional anggota, dengan mematok harus Utama,” ujarnya.

Demikian dengan adanya persyaratan bahwa calon Ketua PWI NTB harus berdomisili di Kota Mataram. Bagi Jen, hal ini sangat disayangkan dan berpotensi menciptakan ketimpangan wilayah dalam tubuh organisasi.

“Jika hanya yang tinggal di Mataram yang bisa mencalonkan diri, ini berisiko menimbulkan kesan diskriminatif dan berpotensi memicu disintegrasi antarwilayah. NTB ini bukan hanya Pulau Lombok, tapi juga ada Pulau Sumbawa,” tegasnya.

Mantan Redaktur Pelaksana Harian Umum Gaung NTB inipun menyerukan agar kesempatan mencalonkan diri diberikan seluas-luasnya kepada anggota PWI dari seluruh kabupaten/kota di NTB, sebagai bentuk keadilan organisasi.

“PWI harus menjadi rumah bersama bagi seluruh wartawan di NTB. Jangan sampai muncul kesan bahwa daerah di luar Mataram hanya jadi penonton. Justru potensi di daerah-daerah ini luar biasa, tinggal diberi ruang,” pungkasnya. (**)

Jakarta, NuansaNTB.id – Hendry Ch Bangun, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menegaskan bahwa ada segelintir oknum pengurus PWI yang memunculkan wacana Kongres Luar Biasa (KLB).

Tindakan itu menurutnya ilegal dan melanggar Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI.

“Oknum-oknum ini menafsirkan PD/PRT hanya untuk kebutuhan kelompok mereka. Ini merusak organisasi PWI. Mereka manafikan Pengurus PWI Provinsi sebagai pemilik suara sah. Terkait oknum yang menggunakan kop surat PWI saya tegaskan itu Ilegal. Yang berhak menggunakan kop dan stempel PWI Pusat hanya Pengurus hasil kongres Bandung,” ujar Hendry dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (04/08/2024).

Terkait wacana KLB yang dihembuskan untuk mengganti Ketua Umum, Sekjen dua priode pada kepemimpinan Ketua Umum Margiono itu menyatakan isu itu terlalu kekanak-kanakan.

“Jangan memaksakan kehendak dengan menggulirkan berbagai isu yang membuat gaduh. PWI Provinsi pemilik suara sah yang dapat menentukan siapa Ketua Umum selanjutnya. Ikuti mekanisme organisasi 5 tahun sekali. Kalian ini sudah tua-tua dan sudah lama menjadi pengurus tapi tidak memberikan contoh yang baik bagi calon pemimpin PWI kedepan. Wacana yang dilontarkan hanya ingin merusak rumah besar PWI sebagai organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia,” tegas Hendry.

Hendry mengatakan, PD/PRT memerintahkan selaku mandataris Ketua Umum PWI Pusat mempunyai hak preogratif untuk menentukan, memilih, mengangkat dan memberhentikan personil Pengurus Harian serta menandatangani surat-surat atas nama PWI Pusat.

“Saya yang menandatangani Surat Keputusan mengangkat personil pengurus pusat mulai Dewan Kehormatan, Dewan Penasehat, Pengurus Harian, kemudian mengesahkannya ke Kemenkumham. Saya juga yang mengukuhkan dan melantik.” ujarnya.

Terkait beredarnya surat edaran yang menggunakan kop surat PWI, secara tegas Hendry mengatakan surat PWI Pusat yang sah di tandatangani Ketua Umum Hendry Ch Bangun dan Sekretaris Jenderal Iqbal Irsyad.

“Jadi saya tegaskan, saya selaku Ketua Umum menandatangani dan melantik Sasongko Tedjo (Ketua Dewan Kehormatan) dan Ilham Bintang (Ketua Dewan Penasehat). Pernyataan dan surat edaran yang dikeluarkan mereka mengatasnamakan PWI saya tegaskan tidak sah secara organisasi. Sementara Zulmansyah (Sekedang) dipecat setelah terbukti melanggar PD/PRT yang disahkan dalam rapat pleno,” tandasnya.

Hendry terpilih secara sah menjadi Ketua Umum PWI Pusat periode 2023-2028 setelah mendapatkan suara terbanyak pada Kongres PWI XXV di Bandung, Jawa Barat, 27 September 2023. Pada pemilihan yang berlangsung secara demokratis itu Hendry mengalahkan petahana Atal S Depari dalam dua putaran.

Hendry juga mengingatkan, Sasongko Tedjo terpilih menjadi Ketua Dewan Kehormatan atas inisiatifnya usai penetapannya sebagai Ketua Umum. PWI Provinsi merespon usulan Hendry sehingga ditetapkan secara aklamasi.

“Saya orang pertama yang mengusulkan dan menawarkan (Sasongko) Tedjo untuk menjadi Ketua Dewan Kehormatan. Jadi kalau klaimnya Sasongko Tedjo menang dalam pemilihan itu salah besar. Ada jejak rekamnya.”

Mengutip pernyataan wartawan senior yang juga mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, Dewan Kehormatan adalah hati nuraninya profesi. Bukan suara terbanyak. DK adalah penjaga etika tertinggi sebuah profesi, bukan corong terbanyak.

“Rasanya sudah waktunya susunan pengurus Dewan Kehormatan jangan dipilih berdasarkan suara terbanyak,” pungkasnya. (*)

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.