Sumbawa Besar, Nuansantb.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumbawa melalui Komisi II secara resmi menyampaikan penjelasan atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Atas Perda Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Swalayan. Raperda inisiatif DPRD ini menjadi terobosan strategis untuk menciptakan iklim perdagangan yang adil, berkeadilan, dan berpihak pada penguatan ekonomi kerakyatan.
Dalam sidang paripurna yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Nanang Nasiruddin, dan dihadiri seluruh Wakil Ketua DPRD H.M. Berlian Rayes, Gitta Liesbano, dan Zulfikar Demitry, serta Bupati Sumbawa H. Syarafuddin Jarot dan Sekda Dr. Budi Prasetyo beserta jajaran kepala OPD, Komisi II melalui juru bicaranya H. Zohran, SH., menegaskan bahwa perubahan Perda ini merupakan langkah proaktif untuk menyelaraskan regulasi daerah dengan perkembangan hukum nasional, termasuk Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2021 dan Undang-Undang Cipta Kerja.
“Perubahan ini kami rancang sebagai respons atas dinamika perdagangan modern sekaligus bentuk perlindungan nyata terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi di Kabupaten Sumbawa,” tegas H. Zohran, SH., yang akrab disapa H. Orek, dalam paparannya di hadapan sidang paripurna.
Poin-Poin Kunci Perlindungan UMKM dan Tenaga Kerja Lokal
Raperda perubahan ini memuat beberapa poin krusial yang berfokus pada penguatan ekonomi kerakyatan. Pertama, mewajibkan toko swalayan dan pusat perbelanjaan untuk menjalin kemitraan yang substantif dengan UMKM dan koperasi lokal. Bentuk kemitraan ini tidak hanya terbatas pada penyediaan lokasi usaha strategis, tetapi juga penerimaan pasokan produk lokal dengan pembebasan biaya pendaftaran barang (listing fee).
Kedua, dalam Pasal 31 secara eksplisit diatur kewajiban pelaku usaha untuk memprioritaskan penggunaan tenaga kerja lokal (TKL). “Ini adalah langkah strategis untuk menekan angka pengangguran dan memastikan manfaat ekonomi langsung dirasakan oleh masyarakat Sumbawa,” jelas H. Orek.
Ketiga, Raperda ini mewajibkan penyediaan fasilitas tempat usaha bagi UMKM dan koperasi dengan harga sewa yang terjangkau. Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi pintu masuk bagi pelaku usaha kecil untuk mengakses pasar yang lebih luas.
Penguatan Pengawasan dan Sanksi Tegas
Di sisi pengawasan, Raperda ini memperketat aturan pendirian toko swalayan. Pasal 15 mensyaratkan analisis dampak sosial ekonomi, memperhatikan jarak dengan pasar rakyat, dan kewajiban penyediaan areal parkir yang memadai.
Sanksi bagi pelanggar juga dipertegas. Pasal 38 mengatur sanksi administratif berbentuk teguran tertulis, denda administratif, hingga pencabutan izin usaha. Sementara Pasal 39 mencantumkan sanksi pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp. 30.000.000 bagi pelaku yang melanggar.
Komisi II menekankan bahwa sektor perdagangan terus berkembang sehingga evaluasi berkala mutlak diperlukan. “Secara keseluruhan, Raperda ini merupakan langkah maju yang komprehensif untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi modern dan perlindungan terhadap pelaku usaha lokal,” pungkas H. Orek.
Dengan persetujuan paripurna ini, DPRD berharap Raperda dapat segera diundangkan dan diimplementasikan secara konsisten untuk kemaslahatan dan kesejahteraan “Tau dan Tana Samawa” tercinta.
Editor/Pemred: Sahril Imran





