Sumbawa Besar, Nuansantb.id– Rencana Pemerintah Daerah (Pemda) Sumbawa bersama PT. ESA Sampoerna untuk menanam pohon sengon laut di atas lahan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) atau Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Tanaman Industri dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia seluas 1.400 hektar di Desa Olat Rawa, Kecamatan Moyo Hilir, menuai dukungan sekaligus peringatan.
Anggota DPRD Kabupaten Sumbawa, Sandi, S.Pd., MM., yang juga merupakan warga desa setempat, mengingatkan agar program tersebut dijalankan dengan kehati-hatian ekstra guna menghindari konflik kepentingan antar masyarakat dan antar wilayah.
Sandi, yang merupakan anggota DPRD dari Dapil 1, menyatakan dukungan penuhnya terhadap niat baik program yang bertujuan menyediakan bahan baku furnitur tersebut. Namun, ia menekankan bahwa realitas di lapangan sangat kompleks. Berdasarkan keterangan dari Pemerintah Desa Olat Rawa dan Camat Moyo Hilir, lahan PT. Sampoerna selama ini telah dikuasai dan digarap oleh masyarakat dari berbagai desa dan kecamatan.
“Kami ingin mengingatkan Pemda Sumbawa dan PT. ESA Sampoerna agar berhati-hati dalam pelaksanaan program. Karena lahan tersebut telah dikuasai pengelolaannya sebelumnya oleh masyarakat, bahkan dari luar Desa Olat Rawa dan dari luar Kecamatan Moyo Hilir. Hal ini terjadi karena adanya pembiaran oleh PT. ESA Sampoerna, walau kami tahu telah ada upaya pencegahan tapi nyatanya tak tuntas,” jelas Sandi saat diwawancarai, Sabtu (23/08/2025).
Ia melanjutkan, penggarap lahan itu tidak hanya berasal dari warga Olat Rawa, tetapi juga dari desa-desa sekitarnya seperti Labuhan Ijuk, Batu Bangka, Berare, serta bahkan dari Kecamatan Lape dan Lopok. Kondisi ini, menurutnya, berpotensi memicu gesekan sosial jika penanganannya tidak bijaksana.
Sandi juga menyoroti pentingnya pendekatan yang inklusif dan transparan dari PT. ESA Sampoerna. Ia mengkhawatirkan munculnya kesan bahwa perusahaan hanya ingin bekerja sama dengan kelompok masyarakat dari Desa Olat Rawa, sementara di sisi lain, lahan yang akan digunakan untuk program justru telah lama digarap oleh warga dari desa atau kecamatan lain.
“PT. ESA Sampoerna jangan ada kesan mengadu masyarakat. Jangan sampai dari satu sisi hanya ingin bekerja sama dalam program dengan kelompok masyarakat Desa Olat Rawa, tapi di sisi lain, lahan yang akan diberikan telah dikuasai oleh masyarakat desa lain atau kecamatan lain,” tegasnya.
Oleh karena itu, Sandi menghimbau semua pihak untuk mencegah dan menghindari berbagai konflik kepentingan, baik sesama masyarakat di dalam desa, apalagi hingga antar desa atau antar kecamatan. Ia juga mengajak masyarakat yang telah mengelola lahan tersebut untuk menyampaikan aspirasi dan harapannya dengan cara yang santun dan bijak kepada pemangku kepentingan.
“Kami berharap dalam pelaksanaan program tersebut PT. Sampoerna dan Pemda agar mencegah dan menghindari berbagai konflik. Saya juga menghimbau kepada masyarakat yang telah mengelola lahan tersebut sebelumnya agar apa yang menjadi harapan dapat disampaikan secara santun dan bijak,” pesannya.
Di akhir pernyataannya, Sandi kembali menegaskan bahwa tujuan program penanaman sengon ini sangat baik untuk kesejahteraan masyarakat ke depannya. Harapan terbesarnya adalah seluruh proses dapat berjalan lancar tanpa disertai konflik, sehingga manfaat ekonomi dan lingkungan dari program ini dapat dirasakan secara merata dan berkeadilan oleh seluruh masyarakat yang terlibat.
“Dewan berharap agar tidak ada konflik dalam mensukseskan program ini sebab tujuannya sangat baik untuk kesejahteraan masyarakat. Semoga semua dapat diselesaikan dengan dialog yang baik,” pungkas Sandi.
Program kolaborasi Pemda dan PT. ESA Sampoerna ini dinilai memiliki nilai strategis untuk pengembangan industri kehutanan dan furnitur di Sumbawa. Namun, catatan kritis dari anggota dewan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun skema implementasi yang lebih matang, adil, dan berkelanjutan.
Editor/Pemred: Sahril Imran





