Mataram, Nuansantb.id – Kondisi memprihatinkan gedung sekolah dan persoalan kesejahteraan Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) menjadi perhatian utama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumbawa dalam pembahasan pendidikan di tingkat provinsi.
Dua isu krusial ini disampaikan langsung oleh Wakil Bupati Sumbawa, Drs. H. Mohamad Ansori, dalam Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Urusan Pendidikan Dasar, Menengah, dan Non-Formal se-Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Rapat yang dihadiri Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Gubernur NTB, serta seluruh bupati/wali kota se-NTB ini berlangsung di Ruang Rapat PT. Bank NTB Syariah, Mataram, Selasa (21/10/2025). Tujuannya untuk menyinkronkan kebijakan dan program strategis guna meningkatkan kualitas pendidikan.
Dalam kesempatan itu, Wabup H. Ansori menyampaikan fakta lapangan yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah pusat.
“Ada dua poin utama yang kami sampaikan kepada Bapak Menteri. Pertama, mengenai kondisi fisik gedung sekolah, dan kedua terkait dengan penataan serta kesejahteraan tenaga guru, khususnya guru P3K,” ungkap H. Ansori.
Gedung Cukup, tapi Banyak yang Tidak Layak Pakai
Terkait infrastruktur, Wabup Sumbawa memaparkan sebuah paradoks. Secara kuantitas, jumlah gedung sekolah dari PAUD hingga SMP di Sumbawa dinilai sudah mencukupi, bahkan berlebih.
“Di beberapa wilayah, justru kekurangan peserta didik sehingga opsi penggabungan sekolah perlu dipertimbangkan,” ujarnya.
Namun, secara kualitas, kondisi fisik banyak sekolah jauh dari kata layak. H. Ansori mendeskripsikan dengan detail kondisi memilukan yang dihadapi para siswa dan guru.
“Gedung sekolah kami memang cukup banyak, tetapi masih banyak yang belum memadai. Ada sekolah yang belum memiliki plafon, tidak memiliki jendela, dan membutuhkan perbaikan serius,” jelasnya.
Guru P3K Terjebak Biaya Hidup, Usul Fleksibilitas Mutasi
Persoalan lain yang tak kalah pelik adalah nasib hampir 3.000 guru P3K di Kabupaten Sumbawa. Wabup Ansori menyoroti kebijakan penempatan yang kerap memisahkan guru dari domisili aslinya.
“Banyak guru P3K yang ditempatkan jauh dari tempat tinggalnya. Akibatnya, mereka harus menempuh perjalanan berjam-jam atau bahkan pindah domisili. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar pendapatan mereka terserap untuk biaya transportasi dan hidup di tempat tugas,” paparnya, menggambarkan betapa tunjangan yang seharusnya menyejahterakan justru habis untuk biaya operasional.
Oleh karena itu, Pemkab Sumbawa mengusulkan kebijakan yang lebih manusiawi dari pemerintah pusat. Mereka meminta fleksibilitas dalam aturan mutasi guru P3K yang selama ini mensyaratkan masa kerja lima tahun sebelum dapat dipindahkan.
“Tujuan pemerintah mengangkat P3K adalah untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Namun jika kondisinya seperti ini, kami sangat prihatin,” tegas H. Ansori.
“Kami berharap pemerintah pusat dapat memberikan ruang kebijakan agar penataan tenaga pendidik bisa dilakukan lebih baik oleh daerah, sehingga kesejahteraan guru benar-benar terwujud dalam upaya mencerdaskan anak bangsa,” pungkasnya.
Dua usulan konkret ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah pusat untuk mengambil kebijakan yang lebih tepat sasaran, sehingga tidak hanya mengejar kuantitas guru dan gedung, tetapi juga memastikan kualitas dan kesejahteraan yang berkeadilan.
Editor: Nuansantb





